Bismillahirrahmanirrahiim
Sudah lama ya tidak menulis lagi. Tak terasa sudah satu tahun lebih satu bulan pernikahanku dengan “dia”, pria yang selalu aku rasa paling tampan sedunia 🙂
Satu tahun ini tidak terasa cepat dan tidak juga terasa lama. Suka duka sudah pasti ada, tapi mostly saya lebih banyak mengingat sukanya. Alhamdulillah. Saya bahagia menikah dengannya. Satu tahun ini setidaknya 6 bulan saya bisa full menemani dia di tanah perantauan (Kalimantan Selatan). 6 bulan yang begitu terasa kehidupan berumah tangganya. Dengan cukup percaya diri saya bisa mengatakan bahwa kami adalah pasangan yang cukup romantis (dengan cara kami tentunya). Pasangan yang bisa belajar untuk mengerti dan memaklumi kekurangan satu sama lain. Pasangan yang berupaya menyenangkan satu sama lain. Meskipun suami saya tipikal yang tidak blak-blakan romantis, tapi dia adalah pasangan yang sangat pengertian. Mau meminta maaf kalau merasa salah, dan menunjukkan perhatiannya yang besar dalam keseharian kami.
Satu musibah yang menimpa kami di tahun pertama ini adalah kehilangan putra pertama kami saat usianya masih 5 minggu dalam kandungan. Masih sangat muda memang, saya pun belum lama merasakan indahnya kehamilan, akan tetapi cukup meninggalkan bekas kesedihan bagi kami berdua. Dan setelah kejadian ini, suami saya pun mengucapkan beberapa kalimat yang sangaaaat romantis. Hal yang amat sangat jarang dia lakukan. Saat itu dia mengatakan bahwa dia sangat menyayangi saya, dan meminta maaf karena tidak bisa mendampingi saya di masa-masa sulit itu. Dia juga mengucapkan terima kasih yang tulus karena saya selama 5 minggu itu sudah berupaya menjaga buah hati kami. Sungguh pesan yang menyentuh dan membuka mata saya betapa besar sayang yang dia miliki untuk saya, dibalik sikapnya yang lebih banyak terlihat cuek dan datar. hehe
Musibah ini pula yang akhirnya memberanikan dia untuk membawa saya ke tanah perantauan dalam upaya untuk bisa kembali meminang buah hati. Dan alhamdulillah berkat rahmat dan kebesaran Allah, saya pada akhirnya diberikan kenikmatan untuk bisa kembali hamil setelah sekitar 4 atau 5 bulan berselang. Dan saat ini usia kandungan saya sudah menginjak 5 bulan, Semoga kali ini Allah berkenan memberikan kesehatan kepada kami berdua dan memberikan kelancaran serta kesehatan dalam persalinan. Amiiin
Pertengkaran rumah tangga,…tidak banyak kami mengalami pertengkaran. Kalau pun ada kebanyakan adalah karena hal sepele seperti suami yang suka malas memasukkan motor ke dalam rumah, saya yang suka malah membereskan sampah, suami yang suka malas mandi sepulang kerja, dan saya yang terkadang boros jajan hihi Syukurlah kami sama-sama saling menyayangi, sehingga pertengkaran sehebat apapun sejauh ini tidak pernah membuat kami “mutung” lebih dari satu hari. Emosi negatif apapun paling lama bertahan hanya beberapa jam saja. Dan selalu kami akhiri dengan kata-kata saling meminta maaf. Dan hal semacam inilah yang saya rasa membuat rumah tangga kami harmonis dan romantis meskipun pastinya ada percekcokan-percekcokan kecil di dalamnya. Romantisme secara fisik juga saya rasa perlu untuk menjaga keharmonisan keluarga. Saya dan suami hampir selalu tidur sambil berpelukan setiap malam, ya meskipun hanya beberapa menit saja. Kalau tidak ada pelukan berarti salah satu ada yang sedang marah 😀 Setiap berangkat kerja kecupan juga menjadi hal yang wajib. Melepas suami dengan nuansa hati yang tenang dan senang, meskipun malamnya habis bertengkar hebat. Diusahakan semua emosi negatif berakhir hanya sampai malam hari saja.
Satu kali kami pernah beradu argumen hebat yang mungkin bisa dikatakan sebagai “perbedaan prinsip”. Banyak sekali kan pasangan yang pada akhirnya bercerai karena alasan perbedaan prinsip ini. Setelah saling berargumen dan meluapkan emosi, saya pun pada akhirnya memilih untuk mengalah. Menekan prinsip saya demi keberlangsungan rumah tangga kami. Hal ini saya lakukan karena saya pikir prinsip suami tidak sepenuhnya salah dan prinsip saya pun tidak sepenuhnya benar. Meskipun pada akhirnya solusi yang jelas dan gamblang tidak diucapkan, namun pada dasarnya saya rasa hal ini masih bisa disiasati. Seperti kata ibu mertua, wanita itu memang harus paling sering mengalah untuk hal-hal yang memang masih bisa bagi kita untuk mengalah. Kalau dua-duanya sama-sama keras dan mempertahankan prinsip masing-masing dengan saklek, maka keharmonisan sudah pasti tidak bisa didapat. Setiap ada pertengkaran kami juga tidak pernah menceritakannya kepada orang-orang terdekat. Kami berupaya menjaga nama baik rumah tangga kami. Dengan begini, maka rumah tangga kami akan selalu terlihat harmonis dan tidak menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu dari orang-orang terdekat kami.
Di awal pernikahan saya masih sering cemburu dan terkadang berpikir apa benar saya memilih dia sebagai suami. Namun seiring berjalan waktu, saya pun semakin memahami dia dan mengetahui bahwa kecemburuan saya sebetulnya tidak diperlukan. Dan beruntungnya suami saya pun cukup berlapang hati untuk membuktikan bahwa dia benar menyayangi saya dan ingin agar pernikahan kami langgeng sampai maut memisahkan. Adapun kekurangan yang ada, memang tidak ada manusia yang sempurna, tetapi justru disinilah kita sebagai pasangan berperan. Bagaimana caranya agar dengan pernikahan ini, masing-masing dari kami bisa saling mendorong agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semoga di tahun-tahun mendatang kami tetap bisa mempertahankan keharmonisan rumah tangga kami dan bisa menjadi pasangan yang selalu lebih baik di tiap tahunnya. Amiiin YRA.